- SIDANG PUTUSAN. Salah Satu Pemohon dalam Perkara No. 61/PUU-IX/2011 Sukotjo T menunjukan Tanda Jasa usai pembacaan putusan di Gedung MK. Foto Humas/Ganie. Jakarta, 12/9 |
-mahkamahkonstitusi.go.id >> Peniadaan hak pemakaman bagi penerima Bintang Gerilya di Taman Makam Pahlawan (TMP) Nasional Utama, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan terbukti bertentangan dengan Konstitusi. Demikian hal ini ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya No. 61/PUU-IX/2011, yang dibacakan oleh delapan hakim konstitusi yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD pada Rabu (12/9) sore, di Ruang Sidang Pleno MK. “Jika sebelum berlakunya UU 20/2009, pemegang Bintang Gerilya dapat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama, lalu UU 20/2009 menghapus hak pemegang Bintang Gerilya untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama, maka hal ini menurut Mahkamah melanggar prinsip keadilan yang jelas-jelas menjadi jiwa UUD 1945,” ungkap Mahkamah dalam putusannya. Menurut Mahkamah, pemegang Bintang Gerilya adalah para pejuang yang sangat berjasa bagi keberadaan NKRI, karena, antara lain, berkat perjuangan merekalah kemerdekaan NKRI dapat ditegakkan hingga saat ini. Di samping itu, semangat menghargai para pejuang kemerdekaan adalah cerminan atas pengakuan Pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan Indonesia diraih dengan perjuangan oleh mereka yang telah mengorbankan harta, raga, bahkan jiwa untuk kemerdekaan. “Penghargaan yang sama harus juga diberikan kepada mereka yang telah berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan itu dengan cara bergerilya,” tegas Mahkamah. Oleh karena itu, lanjut Mahkamah, adalah wajar dan adil bagi mereka jika diberi penghargaan atas jasa dan pengorbanannya dimakamkan di TMP Nasional Utama. Mahkamah berpandangan, tidak menafikan pentingnya perjuangan yang dilakukan dengan cara selain gerilya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, namun perjuangan gerilya merupakan perjuangan bersenjata garis terdepan yang banyak mengorbankan nyawa. Jasa pejuang gerilya yang tewas dalam pertempuran, maupun yang selamat dan hingga kini masih hidup tidaklah dapat dibeda-bedakan. Adapun terkait perluasan kualifikasi penerima Bintang Gerilya, ini akan mengakibatkan kemungkinan bertambahnya pejuang atau penerima yang berhak memperoleh Bintang Gerilya. Yang berakibat pula, dapat terus bertambahnya pemegang Bintang Gerilya yang akan memenuhi TMP Nasional Utama, padahal lahannya terbatas, menurut Mahkamah tidak dapat dijadikan alasan untuk meniadakan hak mereka untuk dimakamkan di sana. Menurut Mahkamah, dalam konteks itu, Pemerintah dapat melakukan upaya untuk menambah jumlah TMP Nasional Utama, karena penerima Bintang Republik Indonesia dan penerima Bintang Mahaputera pun akan terus bertambah seiring berjalannya waktu, sedangkan keterbatasan lahan akan menjadi permasalahan bukan hanya saat ini, tetapi juga di kemudian hari. “Oleh sebab itu harus dicarikan jalan keluar,” ujar Mahkamah. Akhirnya dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 33 ayat (6) UU Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, yaitu sepanjang tidak dimaknai, “Hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, Bintang Mahaputera, dan Bintang Gerilya”. Adapun terhadap dalil-dalil Pemohon lainnya, Mahkamah menyatakan tidak beralasan menurut hukum, sehingga ditolak permohonan lainnya. Pemohon dalam perkara ini adalah Letnan Jenderal TNI (Purn) Rais Abin dan Mayor Jenderal TNI (Purn) Sukotjo Tjokroatmodjo. (Dodi/mh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar