Pemuda Panca Marga adalah Organisasi kemasyarakatan Pemuda yang bersifat kekeluargaan dan merupakan wadah berhimpun bagi Putera-Puteri Veteran Republik Indonesia beserta keturunannya yang memiliki hubungan kesejarahan, aspirasi, dan koordinasi dengan Legiun Veteran Republik Indonesia dan merupakan bagian dari Keluarga Besar TNI / Polri ( macabppm.ponorogo@gmail.com )
Selasa, 15 Desember 2015
Ketum : Mohon Doa Restu Ingin Merubah Nama PPM
BERITA PPM : Dalam akhir pidato H. Abraham Lunggana ( H.Lulung ) dihadapan hadirin undangan Kastaf AD "Acara Silaturahmi Kepala Staf Angkatan Darat Dengan Keluarga Besar TNI" (Senin, 7/12/2015)
bahwa pada bulan Januari 2016 akan menyelenggarakan Munas IX PPM di Jakarta, salah satu agendanya adalah ingin merubah nama Pemuda Panca Marga (PPM) dengan tidak merubah garis historisnya.
Dalam sambutannya H Lulung menyampaikan tentang dampak reformasikarena reformasi memiliki agenda : 1. Melemahkan kekuatan ABRI dari kancah politik diantaranya mengeluarkan Fraksi ABRI dari parlemen dan sebagai pintu masuknya adalah mengusulkan berhentinya Suharto sebagai Presiden, ke 2 adalah menghancurkan cita-cita proklamasi, sebagaimana telah disampaikan Bapak mantan Wapres Tri Sutrisno yang telah menyampaikan pandangannya bahwa kita harus kembali ke Undang-Undang Dasar 45.
Jago Kalah, Pendukung Calon Bupati Ponorogo Geruduk KPUD
TEMPO.CO, Ponorogo – Sekitar 200
orang yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Demokrasi mendatangi
Kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ponorogo, Selasa, 15 Desember
2015. Forum yang terdiri atas gabungan lembaga swadaya masyarakat
pendukung calon bupati-wakil bupati nomor urut 1, Sugiri
Sancoko–Sukirno, itu mendesak agar rekapitulasi penghitungan suara
tingkat kabupaten pada Rabu besok, 16 Desember 2015, ditunda dengan
alasan belum ada pengusutan terhadap dugaan politik uang.
Koordinator pengunjuk rasa Nanang Wibowo mengatakan dugaan politik uang tersebut terjadi di Desa Tanjungsari dan Desa Ngrupit, Kecamatan Jenangan. Pada Selasa petang, 8 Desember 2015, atau sehari sebelum pencoblosan, kata dia, Panitia Pengawas Pemilihan Umum menangkap dua orang yang diduga sebagai anggota tim pemenangan pasangan calon bupati–wakil bupati bernomor urut 4, Ipong Muchlisoni–Sujarno.
Mereka ditangkap karena disinyalir membagi-bagikan uang pecahan Rp 20 ribu agar warga mencoblos pasangan yang diusung Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Nasional Demokrat itu. Adapun barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp 2.370.000 dengan rincian Rp 1.860.000 dari Tanjungsari dan Rp 510.000 dari Ngrupit.
"Pilkada di Ponorogo ternoda karena ada praktek politik uang yang tertangkap tangan dan sekarang sedang diusut panwas. Maka rekapitulasi penghitungan suara harus ditunda,’’ katanya.
Selain soal politik uang, para pendemo menuding data rekapitulasi suara pilkada yang dimuat di website resmi KPU tidak akurat. Hasil scan formulir penghitungan suara atau C1 di sejumlah tempat pemungutan suara, menurut dia, lebih banyak dibanding jumlah pemilih. "Ketidakakuratan ini membuat warga bingung. KPU seperti sudah menetapkan pemenang pilkada,’’ ujarnya.
Sesuai dengan hasil penghitungan sementara di website resmi KPU, pasangan Ipong Muchlisoni–Sujarno meraup suara terbanyak atau 219.958 (39,37 persen). Posisi kedua ditempati pasangan Sugiri Sancoko–Sukirno dengan perolehan suara 205.587 (36,80 persen).
Peringkat ketiga ditempati pasangan bupati inkumben yang bernomor urut 2, Amin-Agus Widodo, dengan perolehan suara 123.761 (22,15 persen). Pada posisi buncit atau keempat ditempati pasangan bernomor urut 3, Misranto–Isnen Supriyono dengan perolehan suara 9.422 (1,69 persen).
Komisioner KPU Ponorogo Divisi Keuangan dan Logistik, Ahmad Fauzi Huda, mengatakan hasil scan formulir C1 masih bersifat sementara. Apabila ada kesalahan, akan diperbaiki dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten yang direncanakan pada Rabu besok.
"Untuk membenarkannya, harus direkap berjenjang dan disaksikan panwas dan saksi masing-masing pasangan calon,’’ tuturnya saat melakukan dialog dengan perwakilan pendemo di kantor KPU.
Terkait dengan tuntutan pendemo untuk menunda rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten, Ahmad menolak memenuhinya. Masalah politik uang, kata dia, telah diserahkan kepada panwas. "Jangan sampai tahapan pilkada ini terganggu," ucapnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO
Koordinator pengunjuk rasa Nanang Wibowo mengatakan dugaan politik uang tersebut terjadi di Desa Tanjungsari dan Desa Ngrupit, Kecamatan Jenangan. Pada Selasa petang, 8 Desember 2015, atau sehari sebelum pencoblosan, kata dia, Panitia Pengawas Pemilihan Umum menangkap dua orang yang diduga sebagai anggota tim pemenangan pasangan calon bupati–wakil bupati bernomor urut 4, Ipong Muchlisoni–Sujarno.
Mereka ditangkap karena disinyalir membagi-bagikan uang pecahan Rp 20 ribu agar warga mencoblos pasangan yang diusung Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Nasional Demokrat itu. Adapun barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp 2.370.000 dengan rincian Rp 1.860.000 dari Tanjungsari dan Rp 510.000 dari Ngrupit.
"Pilkada di Ponorogo ternoda karena ada praktek politik uang yang tertangkap tangan dan sekarang sedang diusut panwas. Maka rekapitulasi penghitungan suara harus ditunda,’’ katanya.
Selain soal politik uang, para pendemo menuding data rekapitulasi suara pilkada yang dimuat di website resmi KPU tidak akurat. Hasil scan formulir penghitungan suara atau C1 di sejumlah tempat pemungutan suara, menurut dia, lebih banyak dibanding jumlah pemilih. "Ketidakakuratan ini membuat warga bingung. KPU seperti sudah menetapkan pemenang pilkada,’’ ujarnya.
Sesuai dengan hasil penghitungan sementara di website resmi KPU, pasangan Ipong Muchlisoni–Sujarno meraup suara terbanyak atau 219.958 (39,37 persen). Posisi kedua ditempati pasangan Sugiri Sancoko–Sukirno dengan perolehan suara 205.587 (36,80 persen).
Peringkat ketiga ditempati pasangan bupati inkumben yang bernomor urut 2, Amin-Agus Widodo, dengan perolehan suara 123.761 (22,15 persen). Pada posisi buncit atau keempat ditempati pasangan bernomor urut 3, Misranto–Isnen Supriyono dengan perolehan suara 9.422 (1,69 persen).
Komisioner KPU Ponorogo Divisi Keuangan dan Logistik, Ahmad Fauzi Huda, mengatakan hasil scan formulir C1 masih bersifat sementara. Apabila ada kesalahan, akan diperbaiki dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten yang direncanakan pada Rabu besok.
"Untuk membenarkannya, harus direkap berjenjang dan disaksikan panwas dan saksi masing-masing pasangan calon,’’ tuturnya saat melakukan dialog dengan perwakilan pendemo di kantor KPU.
Terkait dengan tuntutan pendemo untuk menunda rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten, Ahmad menolak memenuhinya. Masalah politik uang, kata dia, telah diserahkan kepada panwas. "Jangan sampai tahapan pilkada ini terganggu," ucapnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO
Senin, 14 Desember 2015
Kisah sedih anak cari ayah yang tewas di barisan prajurit Kopassus
Reporter : Ramadhian Fadillah
Merdeka.com - Operasi militer perebutan Kota Dili berhasil
dilakukan oleh 270 Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini
Kopassus TNI AD) dan 285 prajurit Yonif 501. Namun cukup banyak korban
jiwa yang gugur dalam misi tersebut.
Kopasandha kehilangan 19 prajurit. Sementara dari Yonif 501, gugur 35 orang.
Pasukan Grup I Kopasandha bertugas empat bulan di Timor Timur. Mereka diterjunkan mulai hari H 7 Desember 1975, hingga 31 Maret 1976. Pasukan inilah yang melewati masa-masa terberat di awal Operasi Seroja. Hampir tidak ada hari yang dilewatkan tanpa penyergapan dan tembak menembak.
Demikian ditulis dalam buku Hari H 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbitkan Kata.
Akhirnya mereka pun ditarik pulang ke Home Base mereka di Cijantung dengan menumpang kapal KM Tolanda. Butuh beberapa hari pelayaran dari Dili hingga Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dari Tanjung Priok, puluhan truk sudah menunggu untuk membawa mereka pulang ke Cijantung yang berada di Jakarta Timur. Kapten Bambang Mulyanto mengingat perjalanan itu terasa sangat lama. Para prajurit sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan keluarga yang sudah ditinggalkan empat bulan lamanya.
Kapten Bambang menceritakan tiba di asrama Kopasandha, Cijantung, terlihat ibu-ibu, anak-anak, dan masyarakat berdiri berbaris di sepanjang jalan. Mereka melambai-lambaikan tangannya menyambut para pahlawannya masing-masing.
Pada saat truk berhenti, berhamburanlah mereka mencari suami, ayah, keluarga atau teman mereka.
"Ada satu hal yang membuat saya menitikkan air mata ketika menyaksikan putra almarhum Koptu Samaun berlari kian kemari mencari ayahnya yang sudah gugur dan dikebumikan di Timor Timur," kenang Kapten Bambang sedih.
Rupanya sang ibu tak berani menceritakan pada anaknya bahwa sang ayah sudah gugur. Karena itu bocah malang itu masih berlari-lari ingin menyambut ayahnya yang hilang.
Kopral Satu Samaun gugur pada tanggal 7 Desember 1975 di tengah pertempuran merebut Kota Dili. Dia mendapat kenaikan pangkat anumerta menjadi sersan dua.
Kopasandha kehilangan 19 prajurit. Sementara dari Yonif 501, gugur 35 orang.
Pasukan Grup I Kopasandha bertugas empat bulan di Timor Timur. Mereka diterjunkan mulai hari H 7 Desember 1975, hingga 31 Maret 1976. Pasukan inilah yang melewati masa-masa terberat di awal Operasi Seroja. Hampir tidak ada hari yang dilewatkan tanpa penyergapan dan tembak menembak.
Demikian ditulis dalam buku Hari H 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbitkan Kata.
Akhirnya mereka pun ditarik pulang ke Home Base mereka di Cijantung dengan menumpang kapal KM Tolanda. Butuh beberapa hari pelayaran dari Dili hingga Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dari Tanjung Priok, puluhan truk sudah menunggu untuk membawa mereka pulang ke Cijantung yang berada di Jakarta Timur. Kapten Bambang Mulyanto mengingat perjalanan itu terasa sangat lama. Para prajurit sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan keluarga yang sudah ditinggalkan empat bulan lamanya.
Kapten Bambang menceritakan tiba di asrama Kopasandha, Cijantung, terlihat ibu-ibu, anak-anak, dan masyarakat berdiri berbaris di sepanjang jalan. Mereka melambai-lambaikan tangannya menyambut para pahlawannya masing-masing.
Pada saat truk berhenti, berhamburanlah mereka mencari suami, ayah, keluarga atau teman mereka.
"Ada satu hal yang membuat saya menitikkan air mata ketika menyaksikan putra almarhum Koptu Samaun berlari kian kemari mencari ayahnya yang sudah gugur dan dikebumikan di Timor Timur," kenang Kapten Bambang sedih.
Rupanya sang ibu tak berani menceritakan pada anaknya bahwa sang ayah sudah gugur. Karena itu bocah malang itu masih berlari-lari ingin menyambut ayahnya yang hilang.
Kopral Satu Samaun gugur pada tanggal 7 Desember 1975 di tengah pertempuran merebut Kota Dili. Dia mendapat kenaikan pangkat anumerta menjadi sersan dua.
Langganan:
Postingan (Atom)