TEMPO.CO, Ponorogo – Sekitar 200
orang yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Demokrasi mendatangi
Kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ponorogo, Selasa, 15 Desember
2015. Forum yang terdiri atas gabungan lembaga swadaya masyarakat
pendukung calon bupati-wakil bupati nomor urut 1, Sugiri
Sancoko–Sukirno, itu mendesak agar rekapitulasi penghitungan suara
tingkat kabupaten pada Rabu besok, 16 Desember 2015, ditunda dengan
alasan belum ada pengusutan terhadap dugaan politik uang.
Koordinator pengunjuk rasa Nanang Wibowo mengatakan dugaan politik uang tersebut terjadi di Desa Tanjungsari dan Desa Ngrupit, Kecamatan Jenangan. Pada Selasa petang, 8 Desember 2015, atau sehari sebelum pencoblosan, kata dia, Panitia Pengawas Pemilihan Umum menangkap dua orang yang diduga sebagai anggota tim pemenangan pasangan calon bupati–wakil bupati bernomor urut 4, Ipong Muchlisoni–Sujarno.
Mereka ditangkap karena disinyalir membagi-bagikan uang pecahan Rp 20 ribu agar warga mencoblos pasangan yang diusung Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Nasional Demokrat itu. Adapun barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp 2.370.000 dengan rincian Rp 1.860.000 dari Tanjungsari dan Rp 510.000 dari Ngrupit.
"Pilkada di Ponorogo ternoda karena ada praktek politik uang yang tertangkap tangan dan sekarang sedang diusut panwas. Maka rekapitulasi penghitungan suara harus ditunda,’’ katanya.
Selain soal politik uang, para pendemo menuding data rekapitulasi suara pilkada yang dimuat di website resmi KPU tidak akurat. Hasil scan formulir penghitungan suara atau C1 di sejumlah tempat pemungutan suara, menurut dia, lebih banyak dibanding jumlah pemilih. "Ketidakakuratan ini membuat warga bingung. KPU seperti sudah menetapkan pemenang pilkada,’’ ujarnya.
Sesuai dengan hasil penghitungan sementara di website resmi KPU, pasangan Ipong Muchlisoni–Sujarno meraup suara terbanyak atau 219.958 (39,37 persen). Posisi kedua ditempati pasangan Sugiri Sancoko–Sukirno dengan perolehan suara 205.587 (36,80 persen).
Peringkat ketiga ditempati pasangan bupati inkumben yang bernomor urut 2, Amin-Agus Widodo, dengan perolehan suara 123.761 (22,15 persen). Pada posisi buncit atau keempat ditempati pasangan bernomor urut 3, Misranto–Isnen Supriyono dengan perolehan suara 9.422 (1,69 persen).
Komisioner KPU Ponorogo Divisi Keuangan dan Logistik, Ahmad Fauzi Huda, mengatakan hasil scan formulir C1 masih bersifat sementara. Apabila ada kesalahan, akan diperbaiki dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten yang direncanakan pada Rabu besok.
"Untuk membenarkannya, harus direkap berjenjang dan disaksikan panwas dan saksi masing-masing pasangan calon,’’ tuturnya saat melakukan dialog dengan perwakilan pendemo di kantor KPU.
Terkait dengan tuntutan pendemo untuk menunda rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten, Ahmad menolak memenuhinya. Masalah politik uang, kata dia, telah diserahkan kepada panwas. "Jangan sampai tahapan pilkada ini terganggu," ucapnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO
Koordinator pengunjuk rasa Nanang Wibowo mengatakan dugaan politik uang tersebut terjadi di Desa Tanjungsari dan Desa Ngrupit, Kecamatan Jenangan. Pada Selasa petang, 8 Desember 2015, atau sehari sebelum pencoblosan, kata dia, Panitia Pengawas Pemilihan Umum menangkap dua orang yang diduga sebagai anggota tim pemenangan pasangan calon bupati–wakil bupati bernomor urut 4, Ipong Muchlisoni–Sujarno.
Mereka ditangkap karena disinyalir membagi-bagikan uang pecahan Rp 20 ribu agar warga mencoblos pasangan yang diusung Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Nasional Demokrat itu. Adapun barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp 2.370.000 dengan rincian Rp 1.860.000 dari Tanjungsari dan Rp 510.000 dari Ngrupit.
"Pilkada di Ponorogo ternoda karena ada praktek politik uang yang tertangkap tangan dan sekarang sedang diusut panwas. Maka rekapitulasi penghitungan suara harus ditunda,’’ katanya.
Selain soal politik uang, para pendemo menuding data rekapitulasi suara pilkada yang dimuat di website resmi KPU tidak akurat. Hasil scan formulir penghitungan suara atau C1 di sejumlah tempat pemungutan suara, menurut dia, lebih banyak dibanding jumlah pemilih. "Ketidakakuratan ini membuat warga bingung. KPU seperti sudah menetapkan pemenang pilkada,’’ ujarnya.
Sesuai dengan hasil penghitungan sementara di website resmi KPU, pasangan Ipong Muchlisoni–Sujarno meraup suara terbanyak atau 219.958 (39,37 persen). Posisi kedua ditempati pasangan Sugiri Sancoko–Sukirno dengan perolehan suara 205.587 (36,80 persen).
Peringkat ketiga ditempati pasangan bupati inkumben yang bernomor urut 2, Amin-Agus Widodo, dengan perolehan suara 123.761 (22,15 persen). Pada posisi buncit atau keempat ditempati pasangan bernomor urut 3, Misranto–Isnen Supriyono dengan perolehan suara 9.422 (1,69 persen).
Komisioner KPU Ponorogo Divisi Keuangan dan Logistik, Ahmad Fauzi Huda, mengatakan hasil scan formulir C1 masih bersifat sementara. Apabila ada kesalahan, akan diperbaiki dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten yang direncanakan pada Rabu besok.
"Untuk membenarkannya, harus direkap berjenjang dan disaksikan panwas dan saksi masing-masing pasangan calon,’’ tuturnya saat melakukan dialog dengan perwakilan pendemo di kantor KPU.
Terkait dengan tuntutan pendemo untuk menunda rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten, Ahmad menolak memenuhinya. Masalah politik uang, kata dia, telah diserahkan kepada panwas. "Jangan sampai tahapan pilkada ini terganggu," ucapnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar